Lezatnya Berburu Rente

4 komentar

Sejak tahun 2007 Indonesia mengalami defisit perdagangan pangan. Ironisnya terjadi di bawah pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang bergelar doktor ekonomi pertanian dari Institut Pertanian Bogor.

Di era pemerintahan SBY pasar domestik semakin dibanjiri produk pangan impor, seperti beras, kedelai, jagung, buah-buahan, sayur mayur, garam, ikan segar dan ikan asin, daging sapi, bawang, cabai, tapioka. Impor gandum dan terigu juga naik terus sejalan dengan meningkatnya konsumsi mie dan roti di dalam negeri. Indonesia tidak memproduksi gandum kecuali untuk uji coba yang sangat terbatas.

Berdasarkan Global Food Security Index 2012 yang dikeluarkan Economist Intelegence Unit, indeks keamanan pangan Indonesia sudah di bawah 50 (skor antara 0-100) dan berada di urutan ke-64 dari 105 negara. Posisi kebanyakan negara tetangga seperti Malaysia,Thailand, Vietnam, Filipina, dan China lebih baik daripada Indonesia. Negara-negara industri maju sekalipun tak mengabaikan persoalan pangan ini, sebagaimana terlihat dari skor mereka yang tinggi. Misalnya Amerika Serikat dengan skor 89,5 dan berada di posisi puncak. Jepang dan Korea pun berada pada posisi terhormat, masing-masing ke-16 dengan skor 80,7 dan ke-21 dengan skor 77,8. Kedaulatan pangan kita sudah semakin tergerus dan kian rentan menghadapi fluktuasi harga pangan dunia, apalagi ditambah dengan perubahan iklim yang kian ekstrem. (Kompas, 4 Maret, 2013).

Berburu Rente

Korupsi impor daging sapi telah diputus oleh pengadilan tipikor yang melibatkan ketua umum partai politik. keterpurukan pangan justru menjadi santapan para politisi dan pemburu rente. Menteri Pertanian berulang kali mencanangkan swasembada daging sapi. Sebanyak yang dicanangkan, sebanyak itu pula gagalnya. Lebih parah lagi, populasi sapi potong bukannya naik, tetapi turun tajam. Berdasarkan Sensus Pertanian, populasi sapi potong per 1 Mei 2013 berjumlah 12,7 juta ekor, turun dari posisi tahun 2012 sebanyak 16 juta ekor. Swasembada tinggal isapan jempol.

Pantas saja harga daging sapi tak kunjung turun, karena perkiraan pasokan awur-awuran, sehingga perkiraan kebutuhan impor pun jadi lebih kecil. Perkiraan populasi sapi menjadi acuan utama menentukan besarnya kebutuhan impor. Pengusaha yang memperoleh lisensi impor berpesta-pora merampok sebagian surplus konsumen.

Hitungan kasarnya begini. Pada tahun 2012 jumlah penduduk Indonesia sekitar 249 juta dan konsumsi daging per kapita 1,9 kg. Dengan demikian, konsumsi daging nasional sekitar 473,1 juta kg. Harga daging sapi di Indonesia setidaknya dua kali lebih mahal dari harga internasional. Jadi, jika harga daging sapi Rp 90.000 per kilogram, maka konsumen harus membayar tambahan paling tidak Rp 21,9 triliun.

Berapa yang dinikmati oleh pemburu rente? Karena keterbatasan data, kita tidak bisa menyajikan hitungan persis. Sekedar gambaran saja terlihat di peraga. Nilai rente yang dinikmati pemburu rente adalah bidang E’ dan E”. Bidang C dan G dinikmati peternak lokal dalam bentuk surplus produsen. Bidang D dan F disebut rugi beban-mati (deadweight loss). Pemerintah secara resmi tidak dapat apa-apa.

Jika pemerintah menerapkan bea masuk, bidang E’ dan E” masuk ke kas negara (APBN). Dana ini bias digunakan untuk memajukan peternak nasional. Tapi, itulah, keserakahan menjadikan instrument kuota yang dipilih, karena bias jadi bancakan para pemburu rente (pengusaha dan penguasa). Yang rugi besar adalah konsumen.

kuota

Pengenaan instrumen kuota untuk bawang putih lebih sulit diterima karena praktis pertimbangan perlindungan produsen/petani lokal sangat lemah mengingat produksi dalam negeri tidak sampai 10 persen dari kebutuhan nasional. Jadi bidang E’ dan E” lebih besar ketimbang bidang C dan G.

Instrumen kuota nyata-nyata jauh kurang transparan dibandingkan dengan instrumen bea masuk (tariff). Apalagi kalau pembagian kuota juga tidak transparan seperti terjadi pada kasus daging sapi dan bawang putih.

Pemburu rente memang senang sekali bergumul di ruang gelap.

4 comments on “Lezatnya Berburu Rente”

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.